4. Manusia dan Keindahan

Selasa, 15 Maret 2011




1. Pengertian Keindahan

Keindahan berasal dari kata indah yang berarti bagus, cantik, elok dan molek, permai dan sebagainya. Benda yang bersifat indah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia, suara, dan sebagainya. Keindahan identik dengan kebenaran segala yang indah itu selalu mengandung kebenaran. Walaupun bernilai indah tapi tidak mengandung kebenaran maka hal itu pada prinsipnya tidak indah. Keindahan yang bersipat universal, yaitu keindahan yang tak terikat oleh selera perorangan, waktu, tempat atau kedaerahan atau lokal. 
Menurut The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar Estetik” (Filsafat Keindahan) dalam bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beautiful”, Perancis “beau”, Italia dan Spanyol “bello”, kata-kata itu ber­asal dari- bahasa Latin “bellum”. Akar katanya adalah ”bonum” yang berarti kebaikan kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi’ ”bonellum” dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis “bellum”.
  
2. keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai       sebuah benda tertentu yang indah.
 Keindahan sebagai suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu bentuk.
Dengan bentuk itu keindahan berkomunikasi. Menurut cakupannya orang harus membedakan keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk pembedaan itu dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah “beauty” (keindahan) dan “the beautiful” (benda atau hal indah). Dalam pembatasan filsafat, kedua pengertian ini kadang-kaang dicampuradukkan saja.

Keindahan menurut luasnya pengertian, yaitu :
1. Keindahan dalam arti luas.
2. Keindahan dalam arti estetis murni.
3. Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan.

3. Keindahan seluas-luasnya.

Keindahan alam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah, kebajikan yang indah.


Orang Yunani dulu berbicara juga tentang buah pikiran yang indah dan adapt kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal keindahan dalam arti estetis yang disebutnya “symetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran. Jadi pengertian keindahan seluas-luasnya meliputi : keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral dan keindahan intelektual.



4. Nilai Etetik

Dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang Gie menjelaskan bahwa, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai pendidikan, dan sebagainya.

Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, yaitu sebagai sesuatu tujuan, atau demi kepentingan benda itu sendiri. Contohnya : pesan puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi itu disebut nilai intrinsik.

5. Nilai ekstrinsik dan Nilai intrinsik

Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (” instrumental ! Contributory value ”), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu contohnya puisi, bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik.
Sedangkan nilai intrinsik adalah, sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri. Contohnya : pesan puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi itu disebut nilai intrinsik .

6. Kontemplasi dan Ekstansi.


Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh fakta kekontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasa, dan menikmati sesuatu yang indah. apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat, atau pun mendengar. Bentuk di luar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film atau berupa ciptaan Tuhan, misalnya pemandangan alam, bunga warna-warni dan lain sebagainya.

Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kotemplasi itu adalah faktor pendorong untuk menciptakan keindahan. Sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong untuk merasakan menikmati keindahan karena derajat kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu mengatakan karya seni itu indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni itu tidak atau kurang indah. Karena selera seni berlainan. Bagi seorang seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang bukan seniman, mungkin kata ekstansi lebih menonjol. Jadi, ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.

7. Teori dalam renungan.
 
Renungan berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau 
memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah  hasil merenung. 
Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori antara lain :  teori 
pengungkapan, teori metafisik dan teori psikologis.

Teori Pengungkapan. 

Dalil teori ini ialah bahwa “arts is an expresition of human feeling” ( seni adalah 
suatu pengungkapan dari perasaan manusia). Teori ini terutama bertalian dengan 
apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan karya seni. Tokoh 
teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952)
Beliau antara lain menyatakan bahwa “Seni adalah pengungkapan pesan-pesan)
expression adalah sama dengan intuition, dan intuisi adalah pegnetahuan intuitif
yang diperoleh melalui penghayatan  tentagn hal-hal individual yang 
menghasilkan gambaran angan-angan  (images).
Dengan demikian pengungkapan itu berwujud  pelbagai gambaran angan-angan seperti misalnya images warna, garis dan kata. Bagi seseorang pengungkapan berarti menciptakan seni dalam dirinya tanpa  perlu adanya kegiatan jasmaniah keluar.

Pengalamam estetis seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran 
angan-angan. Seorang tokoh lainnya adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa 
kegiatan seni aalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yagn 
seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan 
perantaraan berbagai gerak, garis, warna,  suara dan bentuk yang diungkapkan 
dalam kata-kata memindahkan perasaan  itu sehingga orang-orang mengalami 
perasaan yang sama. 

Teori Metafisik

Teori seni yang bercotak metafisik  merupakan salah satu contoh teori yang 
tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karyanya untuk sebagian membahas
estetik filsafat, konsepsi keindahan dari teori seni. Mengenai sumber seni Plato 
mengungkapkan suatu teori peniruan (imitation teori). Ini sesuai dengan 
metafisika Plato yang mendalikan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi 
sebgai realita Illahi. Paa taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini yang 
merupakan cerminan semu dan mirip realita ilahi. Dan karyu seni yang dibuat 
manusia adalah merupakan mimemis (tiruan) dari ralita duniawi.

Teori Psikologis

 Para ahli estetik dalam abad modern menelaah teori-teori seni dari sudut
hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan 
metode-metode psikologis. Misalnya  berdasarkan psikoanalisa dikemukakan 
bahwa proses penciptaan seni adalah  pemenuhan keinginan-keinginan bawah 
sadar dari seseorang seniman. Sedang karya seni tiu merupakan bentuk
terselubung atau diperhalus yang wujudkan  keluar dari keinginan-keinginan itu.
Teori lain lagi yaitu teori permainan yang dikembangkan oleh Fredrick Schiller 
(1757 -1805) dan Herbert Spencer ( 1820 –  1903 ) menurut Schiller, asal seni 
adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri 
seseorang. Seni merupakan semacam  permainan menyeimbangkan segenap 
kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi 
yang harus dikeluarkan. Dalam teori penandaan (signification theory)
memandang seni sebagai lambing atau tanda dari perasaan manusia.

0 komentar:

Posting Komentar